Selasa, 27 Mei 2014

Apakah Saudaraku Musuhku?

Karya Fatia Amalia Maresti

                Semalam hujan lebat membasahi tanah kering pelataran rumahnya. Kabut tebal disinari matahari menambah semerbak bau udara pagi. Namun suasana hatinya tidak seindah kabut putih yang menyelimuti pemandangan pagi itu. Hari ini waktunya kembali ke sekolah, menjalani lagi rutinitas membosankan sebagai pelajar. Gadis remaja ini bernama Vero, saat ini dia duduk di kelas XI. Dia memiliki kakak bernama Lyta, selisih umurnya terpaut satu tahun. Lyta memiliki wajah cantik dan kulit putih. Tubuhnya proporsional dengan rambut bergelombang indah. Dia tidak terlalu menonjol dalam pelajaran sekolah. Namun berbakat menjadi juru bicara dalam acara apapun. Sementara Vero, penampilannya mungkin adalah yang paling rapi diantara semua anak sekolahnya. Dia bertubuh tinggi semampai dengan badan yang terbilang kurus. Yang menjadi ciri khas dari Vero adalah kacamata besar tebal yang dia pakai. Vero memiliki cukup banyak prestasi di sekolah dan yang paling membanggakan adalah meraih medali emas dalam Olimpiade Matematika Nasional. Vero cukup terkenal di kalangan sekolah karena prestasinya itu
                Hubungan Vero dan Lyta lebih pantas disebut musuh-bebuyutan daripada saudara kandung. Teman-teman mereka di sekolah seringkali heran. Dimana pun dan kapan pun mereka tidak pernah terlihat rukun. Mereka selalu bertengkar mengenai segala hal, bahkan untuk hal sepele sekali pun. Mereka tidak pernah terlihat jalan beriringan, apalagi makan bersama di kantin. Meski begitu mereka adalah sepasang saudara paling terkenal di sekolah. Kata orang mereka pasangan saudara yang serasi, kakak yang cantik dan adik yang pintar. Namun bagi Vero dan Lyta keserasian ini merupakan awal perselisihan mereka.

Salah satu faktor Vero tidak suka dengan kakaknya karena kecantikannya. Teman-teman Vero bahkan sering menitipkan surat maupun hadiah untuk diberikan pada kakaknya. Mereka bertanya banyak hal tentang Lyta, bahkan hal detail sekali pun. Namun juga bukan tanpa alasan Lyta tidak menyukai adiknya. Gurunya bahkan orang tuanya sering membanding-bandingkan dirinya dengan Vero. Mereka bilang Vero pintar lah, rajin lah, penurut lah. Dan ujung-ujungnya mereka menasihati Lyta panjang lebar.
***
                Waktu berlalu dengan cepat, Lyta telah selesai melaksanakan Ujian Nasional dengan memuaskan. Namun berhari-hari setelah Ujian Nasional, Lyta semakin jarang terlihat di rumah.  Vero sebenarnya  mengkhawatirkan kakaknya. Dia merasa kesepian di rumah tanpa kakaknya, meskipun saat bertemu malah pertengkaran yang terjadi antara mereka. Terkadang terbesit dalam benak Vero andai kakaknya akan memberikan kejutan untuk ulang tahun untuknya satu bulan lagi. Tapi sepertinya pikiran itu akan mustahil terjadi. Meminjamkan uang 2000 saja Lyta tidak mau, apalagi memberinya kado.
Lyta pulang ke rumah masih dengan seragam putih-abu abunya. Saat itu waktu telah menunjukkan pukul 20.30. Kebiasaan seperti ini yang Lyta jalani akhir-akhir ini. Entah apa yang dia lakukan.
“Kak, tadi aku pulang sekolah jam 6, di sekolah gak ada orang. Kakak kemana aja? Ngakunya kegiatan ekskul di sekolah sampai malam. Apa buktinya?”, kata Vero panjang lebar
Lyta sewot mendengar celotehan adiknya. Saat ini tubuhnya lelah, dia butuh istirahat. “Ngapain sih kamu, ikut-ikut masalah orang. Kalau aku emang gak di sekolah kamu mau ngapain, hah?”
 “Aku bakal bilang ke ibu kalau kakak keluyuran bareng teman-temannya sampai malam. Pasti ibu akan marah besar kalau tau masalah ini.”
 “Kamu kira aku pulang malam begini cuma untuk main-main? Asal kamu tau semua yang aku lakukan ini juga untuk……” Lyta menggantung perkataannya, raut mukanya seketika berubah. “Kamu tau gak sih aku ini capek banget, kamu malah bikin aku tambah capek. Kenapa sih setiap ketemu kamu rasanya bikin jengkel terus !”
 Lyta meninggalkan Vero kemudian membanting pintu kamarnya. Hal seperti menjadi pemandangan yang biasa terjadi antara mereka.
***
                 Keesokan harinya Lyta masih tetap pulang larut malam, bahkan hari ini lebih malam dari biasanya. Waktu menunjukkan pukul 21.00, namun Lyta belum juga pulang. Vero menjadi tidak tenang belajar. Dia khawatir terjadi sesuatu pada kakaknya. Vero mencoba menghubungi Handphone Lyta namun tidak ada jawaban. Tiba-tiba ada telepon dari ibu Vero, dia berkata bahwa Lyta kecelakaan dan saat ini dirawat di rumah sakit. Vero terperangah, dia segera menuju rumah sakit menggunakan sepeda motor miliknya.
Vero segera menuju ruang UGD, tempat kakaknya berada. Disana tampak ayah dan ibunya yang masih mengenakan kemeja kantornya. Dia mengintip kakaknya dari jendela kaca UGD. Vero melihat wajah cantik kakaknya dipenuhi goresan serta darah dan tubuhnya dipenuhi luka dimana-mana. Perlahan Vero meneteskan air mata, dia tidak tega melihat kondisi kakaknya saat ini.
Waktu menunjukkan pukul 01.00, dokter baru keluar dari ruang UGD. Dokter berkata jika Lyta mengalami patah tulang yang cukup parah dan kepalanya terbentur benda keras, termasuk juga wajahnya. Operasi yang dilakukan Lyta berhasil namun Lyta masih dalam keadaan kritis.
Ibu menangis tersedu-sedu didepan Lyta yang terbaring lemas. Ibu menyalahkan Vero, ayah dan semua yang ada di ruangan itu. Ibu telah menelpon semua kontak di Handphone Lyta namun tidak ada yang mengaku bersama Lyta sebelum kecelakaan. Dari keterangan polisi, Lyta ditemukan terlempar ke pinggir jalan bersama sepedanya setelah terserempet truk. Kecelakaan terjadi di jalanan sepi dari arah Pantai Loka. Kami bingung, sebenarnya apa yang Lyta lakukan akhir-akhir ini hingga pulang larut malam. Mungkin ini juga berhubungan dengan kecelakaan yang dialami Lyta saat ini.
***
Sudah seminggu lamanya kondisi Lyta tidak kunjung membaik. Dia masih tidak sadarkan diri sejak kecelakaan yang menimpanya. Teman-teman beserta guru telah menjenguk Lyta, mereka berharap kondisi Lyta segera pulih.
Sejak kecelakaan terjadi, semua terasa berubah, Vero sekarang membawa sepeda sendiri ke sekolah dan di rumah pun hanya ada Vero dan pembantunya saja. Sementara orang tuanya masih saja sibuk dengan pekerjaan mereka. Terkadang Vero bersepeda sendirian ke rumah sakit untuk menemani kakaknya disana. Vero sering kali membacakan surat yang teman-temannya titipkan untuk kakaknya, meskipun Vero tahu kakaknya tidak akan mendengar perkataannnya. Vero juga bercerita tentang perkembangan sekolah, rencana kegiatannya atau bahkan membahas soal ujian dengan Lyta. Vero tidak pernah sedekat ini dengan kakaknya semenjak lulus Sekolah Dasar. Vero berharap Lyta segera sadar dari koma dan mereka bisa akur kembali seperti dulu.
***
Sekitar seminggu lagi akan diadakan ujian SBMPTN untuk masuk Perguruan Tinggi Negeri. Lyta yang sekarang kelas XII sebenarnya harus mengikuti ujian tersebut. Kali ini kesempatan satu-satunya bagi Lyta untuk mewujudkan mimpinya.  Vero tahu, impian Lyta menjadi mahasiswa di Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia. Lyta mengikuti berbagai lomba debat, pidato dan menjadi juru bicara pada berbagai kegiatan, termasuk belajar mati-matian menjelang ujian untuk mewujudkan impiannya ini. Vero sangat tau tentang Lyta meskipun tidak disadarinya.
Sejak hari kecelakaan Lyta, Vero menyadari hal ini. Sejak saat itu Vero belajar segala hal tentang ilmu komunikasi, mulai dari belajar berkomunikasi yang baik dan membaca buku-buku yang Lyta punyai. Vero bertekad membantu kakaknya mewujudkan impiannya itu.
Seiring bertambahnya hari Lyta tidak kunjung sadar. Vero semakin bertekad belajar ilmu komunikasi. Dia bahkan mengurangi waktu belajarnya sendiri demi ini. Vero membulatkan tekadnya, dia memberanikan diri menggantikan Lyta mengerjakan soal ujian jika pada hari H Lyta belum sadar dari koma. Semua guru tentu tidak memperbolehkan hal ini. Dalam segi ilmu memang Vero merupakan anak paling pintar di sekolah. Namun peraturan tidak memperbolehkan hal ini. Tapi Vero tidak menyerah, dia mencari dukungan dari teman-temannya. Tentu saja banyak siswa yang memihak pada Vero. Mereka berbondong-bondong menuju ruang guru dan melakukan demo disana. Dan usaha Vero tidak sia-sia. Dia berhasil menggantikan Lyta mengikuti ujian.
***
Tiba saatnya hari pelaksanaan tes SBMPTN. Vero terlihat berbeda saat itu, dia berdandan seperti kakaknya agar tidak ada yang curiga dengan keberadaannya. Vero telah belajar dengan maksaimal malam harinya dan tidak lupa berdoa untuk keberhasilannya dan kesembuhan kakaknya.
Dua minggu kemudian, pengumuman hasil tes SBMPTN keluar. Vero mencari nama kakaknya pada koran halaman yang diterima Universitas Indonesia. Vero dengan sabar meniti semua nama pada halaman tersebut. Dia sangat berharap tidak mengecewakan kakaknya. Hingga akhirnya Vero menemukan nama Lyta pada halaman bagian bawah. Vero berteriak senang kemudian secepat kilat menyetir motornya menuju rumah sakit. Vero menuju ruangan kakaknya yang masih terbaring tidak sadarkan diri selama satu bulan lamanya. Vero menyampaikan kabar gembira ini dengan semangat sambil menyodorkan koran yang tertulis nama Lyta. Dia berbicara seakan Lyta mendengarkan dan menanggapi perkataannya. Padahal nyatanya kakaknya masih diam terbaring di atas tempat tidur dengan infus di tangannya.
“Sepertinya aku sudah gila, berbicara dengan kakak setiap hari, membahas soal  ujian bersama kakak dan sekarang begitu semangatnya menyampaikan kabar gembira, padahal lawan bicaraku tidak pernah merespon apa-apa. Dan lebih konyol lagi di koran ini saat ini sudah tertera namamu tanpa kakak melakukan apapun.” ucap Vero sambil meneteskan air mata yang semakin deras.
***

Hari ini tepat hari ulang tahun Vero yang ke-17. Vero berharap di ulang tahunnya kali ini dia mendapat kejutan yang tidak terduga. Pagi-pagi sekali sebelum berangkat sekolah Vero mengunjungi rumah sakit. Disana dia menyanyikan lagu Happy Birthday untuk dirinya sendiri sambil berharap kakaknya ikut bernyanyi bersamanya. Nyatanya tidak ada respon sama sekali dari kakaknya.  Sepertinya ulang tahun yang ke-17 ini akan menjadi ulang tahun terburuk dalam hidupnya.
Vero ke rumah sakit sehabis pulang sekolah. Dia masih saja berharap keajaiban datang melalui kakaknya. Saat Vero terisak di tempat terbaringnya Lyta, tiba-tiba dia merasakan tangan orang yang dia genggam bergerak. Vero kaget, dia melihat kakaknya membuka mata sambil memanggil namanya lirih. Vero cepat mengusap air mata yang membasahi pipinya. Dia tidak ingin terlihat lemah di mata kakaknya. Lyta memberikan senyuman paling manis dan ikhlas untuk Vero saat itu. Meskipun wajahnya tidak secantik dulu, namun senyumnya tidak berubah. Bagi Vero, ini menjadi kado terindah di hari ulang tahunnya.
“Vero, sudah berapa lama aku terbaring disini? Rasanya sangat lega melihat dunia lagi.", kata Lyta lirih sambil terbata-bata
“Kakak sudah terbaring koma selama satu bulan. Sebulan yang lalu kakak mengalami kecelakaan di jalan dari arah Pantai Loka.”, jawab Vero sambil menundukkan kepala.
“Benarkah? Apakah sekarang tanggal 21 Juni?”, tanya Lyta.
“Hmmm kakak lihat saja sendiri.”, jawab Vero sambil memperlihatkan desktop Handphone pada kakaknya.
“Hari ini Vero ulang tahun ya. Sudah dewasa dong sudah umur 17 tahun. Selamat ya!”, ucap Lyta seramah mungkin, meskipun sangat sulit baginya berbicara dalam keadaan begini.
Tanpa disadari Vero memeluk kakaknya erat-erat, “Terima kasih kakak. Sudah seharian ini aku menunggu disini, hingga kakak mengucapkan kata itu kepadaku. Ternyata Tuhan benar-benar mengabulkan doaku.”
Vero melepaskan pelukannya, kemudian dia memberikan kejutan untuk kakaknya, “Kakak pasti gak akan percaya. Sebentar ya kak.”
Vero mengambil Koran kemudian membuka halaman yang tertera nama kakaknya, “Lihat ini kak, nama Kak Lyta ada disini, di daftar siswa yang diterima di Ilmu Komunikasi UI kak.”, ucap Vero dengan semangat
“Oh benarkah? Impianku menjadi mahasiswa Ilmu Komunikasi UI menjadi nyata.”, kata Lyta terperangah tidak percaya.
Lyta meneteskan air mata, dia terharu dengan usaha adiknya membuatnya bahagia dengan melakukan semua ini. Padahal mungkin hidupnya tidak akan lama lagi. Tiba-tiba Lyta merasakan sakit kepala yang teramat sangat. Matanya tidak lagi melihat jelas wajah adik kesayangannya. Lyta sebisa mungkin menyampaikan pesan untuk adiknya, “Vero datanglah ke Pantai Loka saat menjelang matahari terbenam. Maaf aku tidak bisa menemanimu kesana. Aku hanya ingin kamu tahu. Aku menyayangi adikku, bahkan lebih dari yang kamu tahu”
***
Vero menatap jendela, tampak langit yang mulai gelap, tandanya matahari akan terbenam. Vero mengendarai sepedanya dengan kecepatan tinggi. Dia tidak ingin matahari mendahuluinya sampai di pantai. Sesampainya di Pantai Loka, Vero disambut pelayan restoran mewah di tepi Pantai Loka. Sepanjang perjalanan menuju meja makannya, banyak dipasang foto dirinya dalam berbagai kegiatan dan fotonya bersama Lyta saat mereka kecil. Sesampainya di meja makan tepat saat matahari terlihat sangat indah di ufuk barat, beterbangan kembang api warna-warni yang bertuliskan namanya, sangat indah. Vero terharu dengan segala kejutan ulang tahunnya ini. Dia baru tau, kakaknya bisa seromantis ini terhadapnya. Andai saja kakaknya bisa ikut bersama di pantai ini. Pasti perayaan ulang tahunnya akan terasa sempurna. Kemudian pelayan restoran yang tadi menyambutnya, datang dengan dua piring makanan dan sepucuk surat. Vero penasaran dengan isi surat itu, kira-kira apa yang kakaknya ingin sampaikan kepadanya. Ketika surat sudah digenggamannya, tiba-tiba handphonenya berbunyi. Ringtone khas ini menunjukkan ibunya sedang menelpon.
“Ada apa bu? Tumben nelpon.”, tanya Vero pada ibunya. Namun yang terdengar dari telepon seberang hanya suara isakan tangis.
“Bu, ada apa? Kenapa ibu nangis? Apa yang terjadi dengan kak Lyta?”, tanya Vero penasaran, dia takut hal buruk terjadi pada kakaknya.
“Lyta Ver, Lyta sekarang keadaannya kritis, setelah sadar tadi tiba-tiba keadaannya memburuk.”, ucap ibunya masih meneteskan air mata.
“Benarkah? Tunggu bu. Aku segera menuju rumah sakit.” Titt. Vero memutuskan sambungan. Kemudian segera bersepeda menuju rumah sakit.
Saat ini Vero telah berada di ruangan tempat Lyta dirawat. Namun disana tidak terlihat siapapun termasuk kakaknya. Vero menuju ruang operasi, mungkin saja dia bertemu seseorang disana. Ternyata di depan ruang operasi berkumpul banyak orang termasuk orang tuanya dan teman-teman kakaknya. Pemandangan yang menyedihkan, mereka semua menangis. Vero penasaran dengan apa yang terjadi, dia menanyakan keadaan Lyta pada ayahnya.
“Vero kamu harus menerima kenyataan, Lyta sudah meninggal sekitar 10 menit yang lalu” kata ayahnya.
Vero tidak percaya dengan omongan ayahnya. Vero menganggap kakaknya masih koma dan suatu saat akan bangun lagi, tersenyum lagi padanya seperti siang tadi. Vero berlari keluar rumah sakit. Vero membuka sepucuk surat yang pelayan tadi berikan. Surat sederhana dengan amplop biru dan pita putih yang mengikatnya.

Vero maaf, aku tidak bisa menjadi kakak yang baik untukmu. Sebenarnya kejutan yang aku berikan saat ini belum cukup membuktikan rasa sayangku pada adikku. Aku telah mempersiapkan semua sejak sebulan yang lalu. Ini alasan mengapa aku selalu pulang malam akhir-akhir ini. Aku tidak tahu firasat apa ini. Tapi aku merasa sesuatu yang buruk akan menimpaku. Jika saat kau membaca surat ini, aku sudah tidak lagi di dunia. Aku berharap Vero mau memaafkan segala kesalahanku. Semoga kita bisa rukun dari sekarang sampai selamanya.

Lyta

Tidak ada komentar: