Karya
Fatia Amalia Maresti
Hubungan
Vero dan Lyta lebih pantas disebut musuh-bebuyutan daripada saudara kandung. Teman-teman
mereka di sekolah seringkali heran. Dimana pun dan kapan pun mereka tidak
pernah terlihat rukun. Mereka selalu bertengkar mengenai segala hal, bahkan untuk
hal sepele sekali pun. Mereka tidak pernah terlihat jalan beriringan, apalagi
makan bersama di kantin. Meski begitu mereka adalah sepasang saudara paling
terkenal di sekolah. Kata orang mereka pasangan saudara yang serasi, kakak yang
cantik dan adik yang pintar. Namun bagi Vero dan Lyta keserasian ini merupakan
awal perselisihan mereka.
Salah satu faktor Vero tidak suka
dengan kakaknya karena kecantikannya. Teman-teman Vero bahkan sering menitipkan
surat maupun hadiah untuk diberikan pada kakaknya. Mereka bertanya banyak hal
tentang Lyta, bahkan hal detail sekali pun. Namun juga bukan tanpa alasan Lyta
tidak menyukai adiknya. Gurunya bahkan orang tuanya sering
membanding-bandingkan dirinya dengan Vero. Mereka bilang Vero pintar lah, rajin
lah, penurut lah. Dan ujung-ujungnya mereka menasihati Lyta panjang lebar.
***
Waktu
berlalu dengan cepat, Lyta telah selesai melaksanakan Ujian Nasional dengan memuaskan.
Namun berhari-hari setelah Ujian Nasional, Lyta semakin jarang terlihat di
rumah. Vero sebenarnya mengkhawatirkan kakaknya. Dia merasa kesepian
di rumah tanpa kakaknya, meskipun saat bertemu malah pertengkaran yang terjadi
antara mereka. Terkadang terbesit dalam benak Vero andai kakaknya akan
memberikan kejutan untuk ulang tahun untuknya satu bulan lagi. Tapi sepertinya pikiran
itu akan mustahil terjadi. Meminjamkan uang 2000 saja Lyta tidak mau, apalagi
memberinya kado.
Lyta pulang ke rumah masih dengan seragam putih-abu abunya. Saat itu waktu
telah menunjukkan pukul 20.30. Kebiasaan seperti ini yang Lyta jalani
akhir-akhir ini. Entah apa yang dia lakukan.
“Kak, tadi aku pulang sekolah jam 6, di sekolah gak ada orang. Kakak
kemana aja? Ngakunya kegiatan ekskul di sekolah sampai malam. Apa buktinya?”, kata
Vero panjang lebar
Lyta sewot mendengar celotehan adiknya. Saat ini tubuhnya lelah, dia
butuh istirahat. “Ngapain sih kamu, ikut-ikut masalah orang. Kalau aku emang
gak di sekolah kamu mau ngapain, hah?”
“Aku bakal bilang ke ibu kalau
kakak keluyuran bareng teman-temannya sampai malam. Pasti ibu akan marah besar
kalau tau masalah ini.”
“Kamu kira aku pulang malam begini cuma untuk
main-main? Asal kamu tau semua yang aku lakukan ini juga untuk……” Lyta
menggantung perkataannya, raut mukanya seketika berubah. “Kamu tau gak sih aku
ini capek banget, kamu malah bikin aku tambah capek. Kenapa sih setiap ketemu
kamu rasanya bikin jengkel terus !”
Lyta meninggalkan Vero kemudian membanting pintu
kamarnya. Hal seperti menjadi pemandangan yang biasa terjadi antara mereka.
***
Keesokan harinya Lyta masih tetap pulang larut
malam, bahkan hari ini lebih malam dari biasanya. Waktu menunjukkan pukul
21.00, namun Lyta belum juga pulang. Vero menjadi tidak tenang belajar. Dia
khawatir terjadi sesuatu pada kakaknya. Vero mencoba menghubungi Handphone Lyta
namun tidak ada jawaban. Tiba-tiba ada telepon dari ibu Vero, dia berkata bahwa
Lyta kecelakaan dan saat ini dirawat di rumah sakit. Vero terperangah, dia
segera menuju rumah sakit menggunakan sepeda motor miliknya.
Vero segera menuju ruang UGD, tempat
kakaknya berada. Disana tampak ayah dan ibunya yang masih mengenakan kemeja
kantornya. Dia mengintip kakaknya dari jendela kaca UGD. Vero melihat wajah
cantik kakaknya dipenuhi goresan serta darah dan tubuhnya dipenuhi luka
dimana-mana. Perlahan Vero meneteskan air mata, dia tidak tega melihat kondisi
kakaknya saat ini.
Waktu menunjukkan pukul 01.00,
dokter baru keluar dari ruang UGD. Dokter berkata jika Lyta mengalami patah
tulang yang cukup parah dan kepalanya terbentur benda keras, termasuk juga
wajahnya. Operasi yang dilakukan Lyta berhasil namun Lyta masih dalam keadaan kritis.
Ibu menangis tersedu-sedu didepan
Lyta yang terbaring lemas. Ibu menyalahkan Vero, ayah dan semua yang ada di
ruangan itu. Ibu telah menelpon semua kontak di Handphone Lyta namun tidak ada
yang mengaku bersama Lyta sebelum kecelakaan. Dari keterangan polisi, Lyta
ditemukan terlempar ke pinggir jalan bersama sepedanya setelah terserempet
truk. Kecelakaan terjadi di jalanan sepi dari arah Pantai Loka. Kami bingung,
sebenarnya apa yang Lyta lakukan akhir-akhir ini hingga pulang larut malam. Mungkin
ini juga berhubungan dengan kecelakaan yang dialami Lyta saat ini.
***
Sudah seminggu lamanya kondisi Lyta tidak
kunjung membaik. Dia masih tidak sadarkan diri sejak kecelakaan yang menimpanya.
Teman-teman beserta guru telah menjenguk Lyta, mereka berharap kondisi Lyta
segera pulih.
Sejak kecelakaan terjadi, semua
terasa berubah, Vero sekarang membawa sepeda sendiri ke sekolah dan di rumah
pun hanya ada Vero dan pembantunya saja. Sementara orang tuanya masih saja
sibuk dengan pekerjaan mereka. Terkadang Vero bersepeda sendirian ke rumah
sakit untuk menemani kakaknya disana. Vero sering kali membacakan surat yang
teman-temannya titipkan untuk kakaknya, meskipun Vero tahu kakaknya tidak akan
mendengar perkataannnya. Vero juga bercerita tentang perkembangan sekolah, rencana
kegiatannya atau bahkan membahas soal ujian dengan Lyta. Vero tidak pernah
sedekat ini dengan kakaknya semenjak lulus Sekolah Dasar. Vero berharap Lyta segera
sadar dari koma dan mereka bisa akur kembali seperti dulu.
***
Sekitar seminggu lagi akan diadakan ujian
SBMPTN untuk masuk Perguruan Tinggi Negeri. Lyta yang sekarang kelas XII
sebenarnya harus mengikuti ujian tersebut. Kali ini kesempatan satu-satunya
bagi Lyta untuk mewujudkan mimpinya. Vero tahu, impian Lyta menjadi mahasiswa di
Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia. Lyta mengikuti berbagai lomba debat, pidato
dan menjadi juru bicara pada berbagai kegiatan, termasuk belajar mati-matian
menjelang ujian untuk mewujudkan impiannya ini. Vero sangat tau tentang Lyta meskipun
tidak disadarinya.
Sejak hari kecelakaan Lyta, Vero menyadari
hal ini. Sejak saat itu Vero belajar segala hal tentang ilmu komunikasi, mulai
dari belajar berkomunikasi yang baik dan membaca buku-buku yang Lyta punyai. Vero
bertekad membantu kakaknya mewujudkan impiannya itu.
Seiring bertambahnya hari Lyta tidak
kunjung sadar. Vero semakin bertekad belajar ilmu komunikasi. Dia bahkan
mengurangi waktu belajarnya sendiri demi ini. Vero membulatkan tekadnya, dia
memberanikan diri menggantikan Lyta mengerjakan soal ujian jika pada hari H
Lyta belum sadar dari koma. Semua guru tentu tidak memperbolehkan hal ini. Dalam
segi ilmu memang Vero merupakan anak paling pintar di sekolah. Namun peraturan
tidak memperbolehkan hal ini. Tapi Vero tidak menyerah, dia mencari dukungan dari
teman-temannya. Tentu saja banyak siswa yang memihak pada Vero. Mereka berbondong-bondong
menuju ruang guru dan melakukan demo disana. Dan usaha Vero tidak sia-sia. Dia
berhasil menggantikan Lyta mengikuti ujian.
***
Tiba saatnya hari pelaksanaan tes
SBMPTN. Vero terlihat berbeda saat itu, dia berdandan seperti kakaknya agar
tidak ada yang curiga dengan keberadaannya. Vero telah belajar dengan maksaimal
malam harinya dan tidak lupa berdoa untuk keberhasilannya dan kesembuhan
kakaknya.
Dua minggu kemudian, pengumuman
hasil tes SBMPTN keluar. Vero mencari nama kakaknya pada koran halaman yang
diterima Universitas Indonesia. Vero dengan sabar meniti semua nama pada
halaman tersebut. Dia sangat berharap tidak mengecewakan kakaknya. Hingga
akhirnya Vero menemukan nama Lyta pada halaman bagian bawah. Vero berteriak
senang kemudian secepat kilat menyetir motornya menuju rumah sakit. Vero menuju
ruangan kakaknya yang masih terbaring tidak sadarkan diri selama satu bulan
lamanya. Vero menyampaikan kabar gembira ini dengan semangat sambil menyodorkan
koran yang tertulis nama Lyta. Dia berbicara seakan Lyta mendengarkan dan
menanggapi perkataannya. Padahal nyatanya kakaknya masih diam terbaring di atas
tempat tidur dengan infus di tangannya.
“Sepertinya aku sudah gila,
berbicara dengan kakak setiap hari, membahas soal ujian bersama kakak dan sekarang begitu
semangatnya menyampaikan kabar gembira, padahal lawan bicaraku tidak pernah
merespon apa-apa. Dan lebih konyol lagi di koran ini saat ini sudah tertera
namamu tanpa kakak melakukan apapun.” ucap Vero sambil meneteskan air mata yang
semakin deras.
***
Hari ini tepat hari ulang tahun Vero
yang ke-17. Vero berharap di ulang tahunnya kali ini dia mendapat kejutan yang tidak
terduga. Pagi-pagi sekali sebelum berangkat sekolah Vero mengunjungi rumah
sakit. Disana dia menyanyikan lagu Happy Birthday untuk dirinya sendiri sambil
berharap kakaknya ikut bernyanyi bersamanya. Nyatanya tidak ada respon sama
sekali dari kakaknya. Sepertinya ulang
tahun yang ke-17 ini akan menjadi ulang tahun terburuk dalam hidupnya.
Vero ke rumah sakit sehabis pulang sekolah.
Dia masih saja berharap keajaiban datang melalui kakaknya. Saat Vero terisak di
tempat terbaringnya Lyta, tiba-tiba dia merasakan tangan orang yang dia genggam
bergerak. Vero kaget, dia melihat kakaknya membuka mata sambil memanggil
namanya lirih. Vero cepat mengusap air mata yang membasahi pipinya. Dia tidak
ingin terlihat lemah di mata kakaknya. Lyta memberikan senyuman paling manis
dan ikhlas untuk Vero saat itu. Meskipun wajahnya tidak secantik dulu, namun senyumnya
tidak berubah. Bagi Vero, ini menjadi kado terindah di hari ulang tahunnya.
“Vero, sudah berapa lama aku terbaring disini? Rasanya sangat lega
melihat dunia lagi.", kata Lyta lirih sambil terbata-bata
“Kakak sudah terbaring koma selama satu bulan. Sebulan yang lalu kakak
mengalami kecelakaan di jalan dari arah Pantai Loka.”, jawab Vero sambil
menundukkan kepala.
“Benarkah? Apakah sekarang tanggal 21 Juni?”, tanya Lyta.
“Hmmm kakak lihat saja sendiri.”, jawab Vero sambil memperlihatkan desktop
Handphone pada kakaknya.
“Hari ini Vero ulang tahun ya. Sudah dewasa dong sudah umur 17 tahun.
Selamat ya!”, ucap Lyta seramah mungkin, meskipun sangat sulit baginya
berbicara dalam keadaan begini.
Tanpa disadari Vero memeluk kakaknya erat-erat, “Terima kasih kakak.
Sudah seharian ini aku menunggu disini, hingga kakak mengucapkan kata itu
kepadaku. Ternyata Tuhan benar-benar mengabulkan doaku.”
Vero melepaskan pelukannya, kemudian dia memberikan kejutan untuk
kakaknya, “Kakak pasti gak akan percaya. Sebentar ya kak.”
Vero mengambil Koran kemudian membuka halaman yang tertera nama
kakaknya, “Lihat ini kak, nama Kak Lyta ada disini, di daftar siswa yang
diterima di Ilmu Komunikasi UI kak.”, ucap Vero dengan semangat
“Oh benarkah? Impianku menjadi
mahasiswa Ilmu Komunikasi UI menjadi nyata.”, kata Lyta terperangah tidak
percaya.
Lyta meneteskan air mata, dia
terharu dengan usaha adiknya membuatnya bahagia dengan melakukan semua ini. Padahal
mungkin hidupnya tidak akan lama lagi. Tiba-tiba Lyta merasakan sakit kepala
yang teramat sangat. Matanya tidak lagi melihat jelas wajah adik kesayangannya.
Lyta sebisa mungkin menyampaikan pesan untuk adiknya, “Vero datanglah ke Pantai
Loka saat menjelang matahari terbenam. Maaf aku tidak bisa menemanimu kesana.
Aku hanya ingin kamu tahu. Aku menyayangi adikku, bahkan lebih dari yang kamu
tahu”
***
Vero menatap jendela, tampak langit
yang mulai gelap, tandanya matahari akan terbenam. Vero mengendarai sepedanya dengan
kecepatan tinggi. Dia tidak ingin matahari mendahuluinya sampai di pantai. Sesampainya
di Pantai Loka, Vero disambut pelayan restoran mewah di tepi Pantai Loka. Sepanjang
perjalanan menuju meja makannya, banyak dipasang foto dirinya dalam berbagai
kegiatan dan fotonya bersama Lyta saat mereka kecil. Sesampainya di meja makan
tepat saat matahari terlihat sangat indah di ufuk barat, beterbangan kembang
api warna-warni yang bertuliskan namanya, sangat indah. Vero terharu dengan segala
kejutan ulang tahunnya ini. Dia baru tau, kakaknya bisa seromantis ini
terhadapnya. Andai saja kakaknya bisa ikut bersama di pantai ini. Pasti
perayaan ulang tahunnya akan terasa sempurna. Kemudian pelayan restoran yang
tadi menyambutnya, datang dengan dua piring makanan dan sepucuk surat. Vero
penasaran dengan isi surat itu, kira-kira apa yang kakaknya ingin sampaikan
kepadanya. Ketika surat sudah digenggamannya, tiba-tiba handphonenya berbunyi. Ringtone
khas ini menunjukkan ibunya sedang menelpon.
“Ada apa bu? Tumben nelpon.”, tanya Vero pada ibunya. Namun yang
terdengar dari telepon seberang hanya suara isakan tangis.
“Bu, ada apa? Kenapa ibu nangis? Apa yang terjadi dengan kak Lyta?”,
tanya Vero penasaran, dia takut hal buruk terjadi pada kakaknya.
“Lyta Ver, Lyta sekarang keadaannya kritis, setelah sadar tadi tiba-tiba
keadaannya memburuk.”, ucap ibunya masih meneteskan air mata.
“Benarkah? Tunggu bu. Aku segera
menuju rumah sakit.” Titt. Vero memutuskan sambungan. Kemudian segera bersepeda
menuju rumah sakit.
Saat ini Vero telah berada di
ruangan tempat Lyta dirawat. Namun disana tidak terlihat siapapun termasuk
kakaknya. Vero menuju ruang operasi, mungkin saja dia bertemu seseorang disana.
Ternyata di depan ruang operasi berkumpul banyak orang termasuk orang tuanya
dan teman-teman kakaknya. Pemandangan yang menyedihkan, mereka semua menangis. Vero
penasaran dengan apa yang terjadi, dia menanyakan keadaan Lyta pada ayahnya.
“Vero kamu harus menerima kenyataan,
Lyta sudah meninggal sekitar 10 menit yang lalu” kata ayahnya.
Vero tidak percaya dengan omongan
ayahnya. Vero menganggap kakaknya masih koma dan suatu saat akan bangun lagi, tersenyum
lagi padanya seperti siang tadi. Vero berlari keluar rumah sakit. Vero membuka sepucuk
surat yang pelayan tadi berikan. Surat sederhana dengan amplop biru dan pita
putih yang mengikatnya.
Vero maaf, aku tidak bisa menjadi kakak yang baik untukmu. Sebenarnya
kejutan yang aku berikan saat ini belum cukup membuktikan rasa sayangku pada
adikku. Aku telah mempersiapkan semua sejak sebulan yang lalu. Ini alasan mengapa
aku selalu pulang malam akhir-akhir ini. Aku tidak tahu firasat apa ini. Tapi aku
merasa sesuatu yang buruk akan menimpaku. Jika saat kau membaca surat ini, aku
sudah tidak lagi di dunia. Aku berharap Vero mau memaafkan segala kesalahanku. Semoga
kita bisa rukun dari sekarang sampai selamanya.
Lyta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar